Sabtu, 13 April 2013

Manusia dan Kebudayaan


Manusia dan Kebudayaan

A. Manusia

Terdapat beberapa arti manusia dari sudut pandang ilmu eksakta:
  • Ilmu kimia: kumpulan dari partikel-partikel atom yang membentuk jaringan sistem yang dimiliki oleh manusia.
  • Ilmu fisika: kumpulan dari berbagai sistem fisik yang saling terkait satu sama lain dan merupakan kumpulan dari energy.
  • Ilmu biologi: mahluk biologis yang tergolong dalam golongan mahluk mamalia.

dan juga beberapa arti manusia dari ilmu sosial:
  • Ilmu ekonomi: mahluk yang ingin memperoleh keuntungan atu selalu memperhitungkan setiap kegiatan.
  • Ilmu sosiologi: mahluk sosial yang tidak dapat berdiri sendiri.
  • Ilmu politik: mahluk yang selalu ingin mempunyai kekuasaan.

     Manusia memiliki empat unsur yang terikat; diantaranya Jasad, yang nampak pada luarnya, dapat diraba, difoto, dan dapat menempati ruang dan waktu. Yang kedua ialah Hayat, yang mengandung unsur hidup dengan gerak. Lalu Ruh, bimbingan dan pimpinan Tuhan yang bekerja secara spiritual dan memahami kebenaran, suatu kemampuan mencipta yang bersifat konseptual yang menjadi  pusat lahirnya kebudayaan. Dan yang keempat yaitu Nafs, mengenai tentang kesadaran tentang diri sendiri.

     Dalam satu kepribadian, manusia juga mengandung 3 unsur yaitu Id. Id merupakan struktur kepribadian yang paling primitive dan paling tidak nampak. Kemudian Ego, Merupakan bagian atau struktur kepribadian yang pertama kali dibedakan dari Id, seringkali disebut sebagai kepribadian “eksekutif”. Yang terakhir adalah Superego, superego menunjukkan pola aturan yang dalam derajat tertentu menghasilkan control diri melalui sistem imbalan dan hukuman yang terinternalisasi.

     Dari uraian diatas dapat mengkaji aspek tindakan manusia  dengan analisa hubungan antara tindakan dan unsur-unsur manusia.
Hakekat Manusia :
  1. Makhluk ciptaan Tuhan yang terdiri dari tubuh dan jiwa sebagai satu kesatuan yang utuh.
  2. Makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna, jika dibandingkan denan mahluk lainnya.
  3. Makhluk biokultural yaitu mahluk hayati yang budayawi.
  4. Makhluk ciptaan Tuhan yang terkait dengan lingkungan, mempunyai kualitas dan martabat karena kemampuan bekerja  dan berkarya.

B. Kebudayaan

     Pengertian kebudayaan banyak sekali dikemukakan oleh para ahli, yang salah satunya dikemukakan oleh Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, yang merumuskan bahwa kebudayaan adalah semua hasil dari  karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan, yang diperlukan manusia untuk menguasa alam sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk kepentingan masyarakat.
     Rasa dan cipta dinamakan kebudayaan rohaniah. Semua karya, rasa dan cipta dikuasai oleh karsa dari orang-orang yang menentukan kegunaannya, agar sesuai dengan kepentingan sebagian besar, bahkan seluruh masyarakat.
     Dari pengertian tersebut menunjukkan bahwa kebudayaan itu merupakan keseluruhan dari pengetahuan manusia sebagai mahluk sosial, yang digunakan untuk menginterpretasikan dan memahami lingkungan yang dihadapi, untuk memenuhi segala kebutuhannya serta mendorong terwujudnya kelakuan manusia itu sendiri.Atas dasar itulah  para ahli mengemukakan adanya unsur kebudayaan yang umumnya diperinci menjadi 7 unsur yaitu unsur religi, sistem kemasyarakatan, sistem peralatan, sistem mata pencaharian hidup, sistem bahasa, sistem pengetahuan, seni.

Berawal dari sistem inilah maka kebudayaan paling sedikit memiliki 3 wujud antara lain :
  1. Wujud sebagai suatu kompleks dari ide, gagasan, norma, peraturan dan sejenisnya. Ini merupakan wujud ideal kebudayaan. Sifatnya abstrak, lokasinya ada dalam pikiran masyarakat dimana kebudayaan itu hidup.
  2. Kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat.
  3. Kebudayaan sebagai benda hasil karya manusia.

     Perubahan kebudayaan pada dasarnya tidak lain dari para perubahan manusia yang hidup dalam masyarakat yang menjadi wadah kebudayaan itu yang terjadi karena manusia mengadakan hubungan dengan manusia lainnya, atau karena hubungan antara kelompok manusia dalam masyarakat.


Studi Kasus

     Hamparan batu yang tertata di Situs Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat, Jumat (10/2). Situs Gunung Padang di ketinggian 894 meter diatas permukaan laut (mdpl) ini merupakan peningalan peradaban Megalitik sekitar rentang waktu 2500 - 1500 SM dan merupakan situs megalitik terbesar se Asia Tenggara.
Dibangun ratusan hingga ribuan orang pada 2500-1500 tahun sebelum Masehi, situs megalitik punden berundak Gunung Padang di Cianjur, Jawa Barat, hingga kini masih berdiri. Namun, tanpa perlindungan dan penataan, kawasan purba itu nyaris tanpa makna.
Lama tersembunyi di antara semak dan pepohonan besar, kemegahan situs Gunung Padang - sebagai bekas kawasan pemujaan kepada arwah nenek moyang yang dibangun dengan arsitektur dan tata ruang yang cermat - terungkap lewat penelitian yang dirintis Balai Arkeologi Nasional sejak 1979. Arkeolog Soejono mengatakan, berdasarkan penampilan fisik dan lokasinya, situs tersebut diduga dibangun kelompok masyarakat Austronesia. Alasannya, karena kesamaan dalam banyak segi kehidupan dengan kelompok-kelompok Austronesia lain yang menetap di kawasan bertalian Asia Tenggara-Pasifik-Madagaskar.
Kesamaan itu, menurut Soejono, misalnya, fakta bahwa di bagian timur Mikronesia, tepatnya di Pulau Ponape, ditemukan peninggalan megalitik bernama Nan Madol yang memiliki 92 bangunan berundak yang tersusun dari batu-batu pilar besar mirip dengan batu-batu di Gunung Padang. Situs megalitik punden berundak Gunung Padang di Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Cianjur, terhampar di areal seluas 4,5 hektar (ha) dan ketinggian 885 meter di atas permukaan laut. Bahan pembentuknya adalah batu andesit hasil aktivitas vulkanik 12 juta hingga 3 juta tahun lalu.
Gunung Padang berada antara Kampung Gunung Padang dan Kampung Cipanggulaan, Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka. Kawasan ini berjarak 30 kilometer (km) dari pusat kota Kabupaten Cianjur atau 75 km dari Kota Bandung. Arsitek dari Ikatan Arsitek Indonesia Jabar, Pon Purajatnika, mengatakan, teknik arsitektur situs Gunung Padang kental dengan konsep mitigasi bencana alam, di antaranya pembuatan tembok batu penahan longsor di sekeliling bangunan utama. Tembok penahan dibuat dengan tanah uruk dan menumpukkan batu andesit secara horizontal dan vertikal.
Penerapan lain adalah penyusunan batu dengan sedikit rongga tanpa perekat, pembuatan 378 anak tangga tanpa mengubah kontur tanah, dan pemilihan tempat yang dilindungi Gunung Emped yang lebih tinggi untuk mengurangi tiupan angin kencang. ”Semuanya kemungkinan hanya menggunakan kayu atau bambu,” kata Purajatnika.
Ahli geografi dari Masyarakat Geografi Indonesia, T Bachtiar, mengatakan, situs ini juga menorehkan perjalanan bangsa yang sangat menghormati arwah nenek moyang. Diperkirakan, ada ribuan orang yang terlibat dalam pembuatannya, mulai dari mencungkil batu dengan batu, membelah batu, mengangkut, hingga mengatur balok-balok batu. Dan, semuanya dilakukan secara sukarela. Konsep sukarela itu mirip dengan pembuatan kubur batu di Toraja.
Peneliti utama dari Balai Arkeologi Bandung, Lutfi Yondri, menguatkan pendapat itu. Buktinya keberadaan sumur untuk menyucikan diri sebelum mendaki lima teras utama. Letaknya yang mengarah, bahkan satu garis lurus ke Gunung Gede, memperkuat dugaan akan sistem kepercayaan mereka di masa lalu. Gunung Gede lazim dijadikan patokan bangunan suci dan puncak tertinggi tempat tinggal para leluhur. ”Setiap teras melambangkan fase peribadatan dari teras terendah hingga tertinggi,” kata Lutfi yang meneliti situs sejak 1979.
Sisi astronomi juga sudah diterapkan dengan baik. Mereka membangun teras dengan pertimbangan rasi bintang dan bulan purnama. Hal ini berdasarkan perubahan bentuk ruang-ruang di setiap teras dan dikaitkan dengan orientasi tegak lurus ke Gunung Gede dan perjalanan bulan dan matahari. Ia memperkirakan, ritual atau upacara dilaksanakan masyarakat Gunung Padang pada siang hingga pagi hari. Diawali penyucian diri di sumur dengan sumber air yang sangat jernih di kaki Gunung Padang, dilanjutkan menapaki setiap anak tangga yang menghubungkan teras pertama, lalu berlanjut ke teras kedua.
Kemungkinan besar puncak upacara itu dilakukan pada teras ketiga dan keempat saat sinar bulan menerangi puncak Gunung Padang. Jejak proses ritual ini dapat dirasakan jika mengamati pola dan perubahan orientasi setiap ruang atau bentuk bangun saat bulan purnama. Teras kelima diperkirakan hanya boleh ditempati oleh pemimpin agama tertinggi. Hal itu dibuktikan dengan adanya susunan batu seperti tempat duduk.
Yang patut disayangkan, kondisi semua situs itu saat ini memprihatinkan karena tidak ditemukan batas zonasi wilayah atau dukungan sumber data akurat untuk memperoleh informasi kawasan itu. Batuan andesit yang ada dibiarkan berserakan seperti tidak terurus. Pengunjung pun bebas memindahkan susunan batu sehingga sudah jelas mengubah, bahkan merusak artefak bernilai sejarah yang sebagian informasinya belum terungkap.
Salah satu pekerjaan rumah yang belum rampung adalah penemuan 13 teras penunjang di sisi timur serta sisa-sisa teras di sisi selatan pada September 2011. Lutfi mengatakan, besar kemungkinan teras-teras itu mengitari seluruh sisi punden. Hanya saja susunan teras di sisi selatan banyak yang rusak, sementara sisi utara dan barat belum dapat diamati secara cermat. ”Masih banyak yang harus diungkap. Bukti kejayaan Nusantara di Gunung Padang belum akan selesai digali,” katanya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar