Kamis, 08 Januari 2015

Rokok dan Sosialisasi



Walaupun bukan merupakan sesuatu yang diharamkan oleh agama, merokok merupakan kebiasaan negatif yang dapat menimbulkan dampak buruk, terutama bagi anak remaja.  Bila sudah kecanduan akan sangat susah untuk menghentikan kebiasaan merokok ini. Angka kejadiannya pada remaja-remaja di Amerika Serikat pada tahun 2000 melebihi 25% dari angka kejadian merokok pada orang dewasa., dan dikatakan terdapat peningkatan sekitar 59% dari tahun 1988. Lebih dari 80% perokok mulai sebelum umur 18 tahu
Di Indonesia, walaupun belum ada data pasti tentang merokok pada remaja, diperkirakan angka kejadiannya tidak jauh berbeda dengan kondisi di negara lain. Namun yang pasti, merokok telah menjadi semacam “trademark” bagi seorang remaja laki-laki untuk menunjukkan maskulinitasnya. Remaja yang tidak merokok dianggap tidak gaul, tidak modern, dan kurang luwes dalam pergaulan. Yang memprihatinkan, sekarang ini tidak sedikit remaja perempuan yang juga memiliki kebiasaan merokok. Walaupun jumlahnya kecil dari remaja laki-laki, namun menilik akibat bagi kesehatannya termasuk keturunannya kelak, kebiasaan yang negatif ini perlu diwaspadai.
Secara lebih detail  Ida Bagus Subanada (dalam Soetjiningsih, 2004) menguraikan faktor-faktor penyebab remaja untuk merokok. Faktor-faktor tersebut secara garis besar digolongkan menjadi empat macam:
Pertama, faktor psikologik. Faktor psikologik terdiri atas  faktor perkembangan sosial dan faktor psikiatrik. Terkait dengan perkembangan sosial, aspek perkembangan yang ada pada remaja antara lain: 
 (1) Menetapkan kebebasan dan otonomi,
(2) Membentuk identitas diri,
(3) Penyesuaian perubahan psikososial yang berhubungan dengan maturasi fisik.
Merokok menjadi sebuah cara bagi remaja agar mereka tampak bebas dan dewasa saat mereka menyesuaikan diri dengan teman-teman sebayanya yang merokok. Istirahat/santai dan kesenangan, tekanan-tekanan teman sebaya, penampilan diri, sifat ingin tahu, stress, kebosanan, ingin kelihatan gagah dan sifat suka menentang, merupakan hal-hal yang dapat mengkontribusi mualinya merokok pada anak remaja. Sedangkan faktor lain yang mempengaruhi adalah rasa rendah diri, hubungan antar perseorangan yang jelek, kurang mampu mengatasi stress, putus sekolah, sosial ekonomi yang rendah, tingkat pendidikan orangtua yang rendah, serta tahun-tahun transisi antara sekolah dasar dan sekolah menengah (usia 11-16 tahun).
Merokok sering dihubungkan dengan remaja yang memiliki nilai di sekolah yang jelek, aspirasi yang rendah, penggunaan alkohol serta obat-obatan lainnya, absen sekolah, kemungkinan putus sekolah, rendah diri, suka melawan, dan pengetahuan tentang bahaya merokok yang rendah. Sementara terkait dengan faktor psikiatrik, studi epidemiologi pada orang dewasa mendapatkan asosiasi antara merokok dengan gangguan psikiatrik seperti skizofrenia, depresi, cemas, dan penyalahgunaan zat-zat tertentu. Pada remaja didapatkan asosiasi antara merokok dengan depresi dan cemas. Gejala depresi lebih sering terjadi pada remaja perokok dari pada yang bukan perokok. Merokok berhubungan dengan meningkatnya kejadian depresi mayor dan penyalahgunaan zat-zat tertentu. Remaja yang memperlihatkan gejala depresi dan cemas mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk memulai merokok. Remaja dengan gangguan cemas bisa menggunakan rokok untuk menghilangkan kecemasan yang mereka alami.
Kedua, faktor biologik. Beberapa faktor biologik yang mempengaruhi kebiasaan merokok terdiri atas:
(1) Faktor Kognitif, Beberapa perokok merasakan adanya efek bermanfaat dari nikotin, yang  konon dapat memperbaiki konsentrasi, sehingga menyebabkan mereka kecanduan merokok. Sebenarnya pada remaja, efek nikotin dalam meningkatkan penampilan tidak diketahui. Dengan demikian tidak jelas apakah nikotin memegang peranan penting dalam memulai atau mempertahankan merokok pada remaja.
 (2) Faktor Jenis Kelamin. Belakangan, merokok meningkat pada remaja perempuan. Wanita merokok dilaporkan menjadi percaya diri, suka menentang dan secara sosial cakap. Keadaan ini berbeda dengan laki-laki perokok yang secara sosial tidak aman.
(3) Faktor Etnik.  Etnik atau suku tertentu, angka kejadian merokok tinggi. Sementara etnik lainnya, angka kejadiannya lebih rendah. Hal ini menyebabkan dorongan merokok pada remaja juga berbeda. Di Amerika, angka kejadian merokok tertinggi ada pada orang-orang kulit putih dan penduduk asli, sementara kejadian terendah adalah pada orang-orang keturunan Afrika dan Asia. Di Indonesia, Suku Jawa memiliki kebiasaan merokok lebih kuat daripada suku Madura.
(4) Faktor Genetik. Variasi genetik mempengaruhi fungsi reseptor dopamin dan enzim hati yang memetabolisme nikotin. Ini menyebabkan meningkatnya resiko kecanduan nikotin pada beberapa individu.
Ketiga, faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang memiliki kontribusi terhadap kebiasaan merokok pada remaja adalah orangtua, saudara kandung maupun teman sebaya yang merokok. Reklame rokok yang gencar serta artis idola yang merokok juga memiliki dampak pada keinginan merokok pada remaja. Orangtua memegang peranan terpenting. Dari remaja yang merokok, didapatkan 75%  salah satu atau kedua orangtuanya  merokok.
Keempat, faktor regulatori. Peningkatan harga jual atau diberlakukannnya cukai yang tinggi, akan menurunkan pembelian dan konsumsi. Pembatasan fasilitas/daerah bebas merokok, diyakini mampu mengurangi konsumsi. Namun kejadian ini tidak banyak memberikan pengruh pada remaja, karena kenyataannya tetap saja terdapat peningkatan kejadian merokok pada remaja, walaupun telah dilakukan usaha-usaha untuk mencegahnya.
Atas dasar faktor-faktor di atas, program penghentian merokok pada remaja sering tidak memberikan hasil yang memuaskan. Namun demikian, program penghentian merokok yang dilakukan di sekolah melalui upaya pemberian informasi tentang bahaya merokok bagi kesehatan, dinilai memberikan hasil yang cukup berarti. Kebanyakan program pencegahan merokok akhir-akhir ini terfokus pada periode transisi dari SD ke SMP, karena selama  periode ini terjadi peningkatan merokok lebih dari 3 kali lipat.
Dalam rangka menekan jumlah angka perokok pada remaja, dibutuhkan peran orang tua dan juga pemerintah dalam upaya menekan jumlah perokok aktif di kalangan remaja. Pemerintah harus membuat kiat-kiat untuk melindungi remaja dari bahaya rokok.
Hal yang dapat dilakukan oleh orang tua adalah untuk tidak memperkenalkan rokok kepada anak-anaknya di usia dini. Tanpa disadari, sekarang banyak orang tua yang merokok di depan anaknya sehingga anak mereka meniru hal tersebut. Orang tua sebagai perokok sebaiknya tidak merokok di depan anak-anak mereka karena hal tersebut dapat memberikan kemungkinan yang besar bagi anak mereka untuk merokok.
Hal lain yang dapat dilakukan orang tua, terutama orang tua yang bukan perokok aktif adalah memberikan pendidikan dini mengenai rokok kepada anak-anaknya. Orang tua diharapkan dapat memberikan penjelasan mengenai rokok dan apa saja bahaya yang dapat ditimbulkan oleh rokok. Orang tua juga harus memantau lingkungan sekolah dan lingkungan bermain anak. Sedangkan, hal yang dapat dilakukan pemerintah adalah membatasi penjualan rokok. Pemerintah diharapkan dapat memantau penjualan rokok. Rokok tidak seharusnya dijual bebas di pasaran, seperti di warung-warung kecil. Pemerintah juga diharapkan dapat memberikan sanksi yang tegas bagi para penjual rokok yang menjual barang dagangannya kepada anak yang berusia di bawah umur.
Selain itu, pemerintah juga seharusnya bersikap tegas dengan orang-orang yang merokok di tempat umum. Sekarang memang banyak dijumpai area-area khusus bagi perokok, namun tetap saja banyak perokok yang tidak menghiraukannya. Mereka tetap saja merokok di depan khalayak umum tanpa menyadari bahwa orang-orang di sekelilingnya juga akan mendapat bahaya dari asap rokok mereka. Hal ini terjadi karena pemerintah tidak memberikan sanksi yang tegas bagi para merokok yang merokok sembarangan. Pemerintah diharapkan dapat menindaklanjuti para perokok tersebut karena mereka turut membahayakan orang lain.Dan yang terakhir, pemerintah seharusnya dapat mengontrol tayangan-tayangan iklan rokok. Bukan hanya iklan-iklan di media elektronik, tetapi juga di media cetak. Saat ini iklan rokok di media elektronik memang sudah dibatasi jam-jamnya. Namun tetap saja iklan-iklan rokok dapat kita temui dengan mudah di koran, majalah, atau bahkan di baliho-baliho yang tersebar di jalanan. Hal tersebut membuat siapa saja dapat melihat iklan rokok, termasuk para remaja. Jadi, diharapkan pemerintah dapat lebih kritis untuk menyeleksi iklan-iklan rokok


Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar