Walaupun bukan
merupakan sesuatu yang diharamkan oleh agama, merokok merupakan kebiasaan
negatif yang dapat menimbulkan dampak buruk, terutama bagi anak remaja.
Bila sudah kecanduan akan sangat susah untuk menghentikan kebiasaan merokok
ini. Angka kejadiannya pada remaja-remaja di Amerika Serikat pada tahun 2000
melebihi 25% dari angka kejadian merokok pada orang dewasa., dan dikatakan
terdapat peningkatan sekitar 59% dari tahun 1988. Lebih dari 80% perokok mulai
sebelum umur 18 tahu
Di Indonesia,
walaupun belum ada data pasti tentang merokok pada remaja, diperkirakan angka
kejadiannya tidak jauh berbeda dengan kondisi di negara lain. Namun yang pasti,
merokok telah menjadi semacam “trademark” bagi seorang remaja laki-laki untuk
menunjukkan maskulinitasnya. Remaja yang tidak merokok dianggap tidak gaul,
tidak modern, dan kurang luwes dalam pergaulan. Yang memprihatinkan, sekarang
ini tidak sedikit remaja perempuan yang juga memiliki kebiasaan merokok.
Walaupun jumlahnya kecil dari remaja laki-laki, namun menilik akibat bagi
kesehatannya termasuk keturunannya kelak, kebiasaan yang negatif ini perlu
diwaspadai.
Secara lebih
detail Ida Bagus Subanada (dalam Soetjiningsih, 2004) menguraikan
faktor-faktor penyebab remaja untuk merokok. Faktor-faktor tersebut secara
garis besar digolongkan menjadi empat macam:
Pertama, faktor psikologik.
Faktor psikologik terdiri atas faktor perkembangan sosial dan faktor
psikiatrik. Terkait dengan perkembangan sosial, aspek perkembangan yang ada pada remaja antara
lain:
(1) Menetapkan kebebasan dan otonomi,
(2) Membentuk identitas diri,
(3) Penyesuaian perubahan
psikososial yang berhubungan dengan maturasi fisik.
Merokok menjadi sebuah cara bagi
remaja agar mereka tampak bebas dan dewasa saat mereka menyesuaikan diri dengan
teman-teman sebayanya yang merokok. Istirahat/santai dan kesenangan,
tekanan-tekanan teman sebaya, penampilan diri, sifat ingin tahu, stress,
kebosanan, ingin kelihatan gagah dan sifat suka menentang, merupakan hal-hal
yang dapat mengkontribusi mualinya merokok pada anak remaja. Sedangkan faktor
lain yang mempengaruhi adalah rasa rendah diri, hubungan antar perseorangan
yang jelek, kurang mampu mengatasi stress, putus sekolah, sosial ekonomi yang
rendah, tingkat pendidikan orangtua yang rendah, serta tahun-tahun transisi
antara sekolah dasar dan sekolah menengah (usia 11-16 tahun).
Merokok sering dihubungkan dengan
remaja yang memiliki nilai di sekolah yang jelek, aspirasi yang rendah,
penggunaan alkohol serta obat-obatan lainnya, absen sekolah, kemungkinan putus
sekolah, rendah diri, suka melawan, dan pengetahuan tentang bahaya merokok yang
rendah. Sementara terkait dengan faktor psikiatrik, studi epidemiologi pada
orang dewasa mendapatkan asosiasi antara merokok dengan gangguan psikiatrik
seperti skizofrenia, depresi, cemas, dan penyalahgunaan zat-zat tertentu. Pada
remaja didapatkan asosiasi antara merokok dengan depresi dan cemas. Gejala
depresi lebih sering terjadi pada remaja perokok dari pada yang bukan perokok.
Merokok berhubungan dengan meningkatnya kejadian depresi mayor dan
penyalahgunaan zat-zat tertentu. Remaja yang memperlihatkan gejala depresi dan
cemas mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk memulai merokok. Remaja dengan
gangguan cemas bisa menggunakan rokok untuk menghilangkan kecemasan yang mereka
alami.
Kedua, faktor biologik. Beberapa faktor biologik yang
mempengaruhi kebiasaan merokok terdiri atas:
(1) Faktor Kognitif,
Beberapa perokok merasakan adanya efek bermanfaat dari nikotin, yang
konon dapat memperbaiki konsentrasi, sehingga menyebabkan mereka kecanduan
merokok. Sebenarnya pada remaja, efek nikotin dalam meningkatkan penampilan
tidak diketahui. Dengan demikian tidak jelas apakah nikotin memegang peranan
penting dalam memulai atau mempertahankan merokok pada remaja.
(2) Faktor Jenis Kelamin. Belakangan, merokok
meningkat pada remaja perempuan. Wanita merokok dilaporkan menjadi percaya
diri, suka menentang dan secara sosial cakap. Keadaan ini berbeda dengan
laki-laki perokok yang secara sosial tidak aman.
(3) Faktor
Etnik. Etnik atau suku tertentu, angka kejadian merokok tinggi. Sementara
etnik lainnya, angka kejadiannya lebih rendah. Hal ini menyebabkan dorongan
merokok pada remaja juga berbeda. Di Amerika, angka kejadian merokok tertinggi
ada pada orang-orang kulit putih dan penduduk asli, sementara kejadian terendah
adalah pada orang-orang keturunan Afrika dan Asia. Di Indonesia, Suku Jawa
memiliki kebiasaan merokok lebih kuat daripada suku Madura.
(4) Faktor Genetik.
Variasi genetik mempengaruhi fungsi reseptor dopamin dan enzim hati yang
memetabolisme nikotin. Ini menyebabkan meningkatnya resiko kecanduan nikotin
pada beberapa individu.
Ketiga, faktor
lingkungan. Faktor lingkungan
yang memiliki kontribusi terhadap kebiasaan merokok pada remaja adalah orangtua,
saudara kandung maupun teman sebaya yang merokok. Reklame rokok yang gencar
serta artis idola yang merokok juga memiliki dampak pada keinginan merokok pada
remaja. Orangtua memegang peranan terpenting. Dari remaja yang merokok,
didapatkan 75% salah satu atau kedua orangtuanya merokok.
Keempat, faktor regulatori. Peningkatan harga
jual atau diberlakukannnya cukai yang tinggi, akan menurunkan pembelian dan
konsumsi. Pembatasan fasilitas/daerah bebas merokok, diyakini mampu mengurangi
konsumsi. Namun kejadian ini tidak banyak memberikan pengruh pada remaja,
karena kenyataannya tetap saja terdapat peningkatan kejadian merokok pada
remaja, walaupun telah dilakukan usaha-usaha untuk mencegahnya.
Atas dasar faktor-faktor di atas,
program penghentian merokok pada remaja sering tidak memberikan hasil yang
memuaskan. Namun demikian, program penghentian merokok yang dilakukan di
sekolah melalui upaya pemberian informasi tentang bahaya merokok bagi
kesehatan, dinilai memberikan hasil yang cukup berarti. Kebanyakan program
pencegahan merokok akhir-akhir ini terfokus pada periode transisi dari SD ke
SMP, karena selama periode ini terjadi peningkatan merokok lebih dari 3
kali lipat.
Dalam rangka
menekan jumlah angka perokok pada remaja, dibutuhkan peran orang tua dan juga
pemerintah dalam upaya menekan jumlah perokok aktif di kalangan remaja.
Pemerintah harus membuat kiat-kiat untuk melindungi remaja dari bahaya rokok.
Hal yang dapat
dilakukan oleh orang tua adalah untuk tidak memperkenalkan rokok kepada
anak-anaknya di usia dini. Tanpa disadari, sekarang banyak orang tua yang
merokok di depan anaknya sehingga anak mereka meniru hal tersebut. Orang tua
sebagai perokok sebaiknya tidak merokok di depan anak-anak mereka karena hal
tersebut dapat memberikan kemungkinan yang besar bagi anak mereka untuk
merokok.
Hal lain yang
dapat dilakukan orang tua, terutama orang tua yang bukan perokok aktif adalah
memberikan pendidikan dini mengenai rokok kepada anak-anaknya. Orang tua
diharapkan dapat memberikan penjelasan mengenai rokok dan apa saja bahaya yang
dapat ditimbulkan oleh rokok. Orang tua juga harus memantau lingkungan sekolah
dan lingkungan bermain anak. Sedangkan, hal yang dapat dilakukan pemerintah
adalah membatasi penjualan rokok. Pemerintah diharapkan dapat memantau penjualan
rokok. Rokok tidak seharusnya dijual bebas di pasaran, seperti di warung-warung
kecil. Pemerintah juga diharapkan dapat memberikan sanksi yang tegas bagi para
penjual rokok yang menjual barang dagangannya kepada anak yang berusia di bawah
umur.
Selain itu,
pemerintah juga seharusnya bersikap tegas dengan orang-orang yang merokok di
tempat umum. Sekarang memang banyak dijumpai area-area khusus bagi perokok,
namun tetap saja banyak perokok yang tidak menghiraukannya. Mereka tetap saja
merokok di depan khalayak umum tanpa menyadari bahwa orang-orang di
sekelilingnya juga akan mendapat bahaya dari asap rokok mereka. Hal ini terjadi
karena pemerintah tidak memberikan sanksi yang tegas bagi para merokok yang
merokok sembarangan. Pemerintah diharapkan dapat menindaklanjuti para perokok
tersebut karena mereka turut membahayakan orang lain.Dan yang terakhir,
pemerintah seharusnya dapat mengontrol tayangan-tayangan iklan rokok. Bukan
hanya iklan-iklan di media elektronik, tetapi juga di media cetak. Saat ini iklan
rokok di media elektronik memang sudah dibatasi jam-jamnya. Namun tetap saja
iklan-iklan rokok dapat kita temui dengan mudah di koran, majalah, atau bahkan
di baliho-baliho yang tersebar di jalanan. Hal tersebut membuat siapa saja
dapat melihat iklan rokok, termasuk para remaja. Jadi, diharapkan pemerintah
dapat lebih kritis untuk menyeleksi iklan-iklan rokok
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar